Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Hamengku Buwono IX: Inspiring Prophetic Leader

Judul: Hamengku Buwono IX: Inspiring Prophetic Leader
Editor: Parni Hadi & Nasyith Majidi
Penerbit: Ikatan Relawan Sosial Indonesia, 2013
Tebal: 462 halaman

Salah satu tokoh Indonesia yang patut diteladani adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Ia seorang raja dan pejuang. Sebagai raja yang berdaulat, atas kesadaran dan cintanya kepada Republik Indonesia, Sultan dengan sukarela memberikan wilayah Kerajaan Yogyakarta menjadi bagian negara kesatuan Republik Indonesia, yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa menjelang detik-detik kemerdekaan itu adalah bukti legendaris bahwa Sultan memiliki jiwa kerelawanan dan kedermawanan. Selain mengikhlaskan kekuasaan kerajaannya bergabung dengan republik, ia juga membiayai berbagai aktivitas pergerakan mempertahankan kemerdekaan. Tidak terhitung berapa harta yang disumbangkan demi negeri ini, karena Sultan tidak suka kegiatan sosial dan kedermawanannya dicatat banyak orang. Bukti otentik lainnya berupa satu monumen hidup yang ditinggalkan Sultan, dan terus berkembang hingga kini, adalah Universitas Gadjah Mada.

Begitulah sepenggal sifat dan jiwa Sultan yang menginspirasi banyak orang. Masih banyak lagi perihal lain yang dimiliki Sultan tatkala memimpin Kerajaan Yogyakarta dan menduduki jabatan tinggi di pemerintahan. Dalam pemerintahan, Sultan pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Menteri Perekonomian, dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ia juga dikenal sebagai "Bapak Pramuka", tokoh olahraga, dan tokoh sosial-budaya.

Buku ini dimaksudkan untuk memaknai peringatan satu abad Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan pengesahan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diakui banyak pihak berkat "intervensi" beliau.

Sekujur tubuh buku ini berisi bunga rampai kesaksian, kesan, dan analisis dari para pihak yang pernah bekerja bersama Sultan Hamengku Buwono IX, menduduki jabatan yang sama (menteri dan wakil presiden), memiliki profesi yang terkait, dan atau punya pengalaman pribadi bersamanya. Para kontributor tulisan itu terdiri dari sejumlah tokoh nasional lintas gender, usia, suku, ras, agama, dan ideologi.

Dari sekitar 30 tokoh nasional itu, antara lain, ada Boediono (Wakil Presiden RI 2009-2014), Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI 2004-2009), dan Irman Gusman (Ketua DPD-RI). Ikon nasional lainnya antara laini Buya Syafii Maarif, Salahuddin Wahid, Sri Edi Swasono, Chappy Hakim, Agum Gumelar, Erry Ryana Hardjapamekas, Frans Magnis Suseno, Meutia Farida Hatta Swasono, dan masih banyak lagi tokoh nasional lainnya yang turut menilai kepemimpinan Sultan.

Menurut editor buku setebal 462 halaman ini, Parni Hadi dan Nasyith Majidi, dari kesaksian dan analisis para kontributor tulisan, Sultan Hamengku Buwono IX adalah seorang pemimpin yang memberi inspirasi dan sekaligus menjalankan kepemimpinan profetik (kenabian) sesuai dengan gelarnya, "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatulah Kaping Songo".

Arti gelar yang panjang itu, beliau merupakan raja atau kepala negara yang sekaligus panglima perang dan penata kehidupan beragama. Gelar itu disandang raja-raja Mataram dan Yogyakarta, leluhurnya, mulai dari pendiri dinasti dan raja pertama Mataram, Panembahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagam. Pangeran Diponegoro menyandang gelar yang sama, meniru Nabi Muhammad SAW, yang kepala negara, panglima perang, dan Rasulullah.

Kepemimpinan profetik Sultan bukan untuk mengultuskan atau mendewakannya, melainkan menjadi rujukan atau contoh, role model. Kepemimpinan yang meneladani Nabi melibatkan kecerdasan intelektual dan spiritual. Dua unsur ini dibarengi dengan laku penuh cinta kasih tanpa pamrih dalam memimpin. Seorang pemimpin kenabian menjalankan tugasnya sebagai amanah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, dan semata-mata sebagai ibadah. Bukan untuk mencari kekayaan, penghormatan, dan pujian dari sesama manusia.

Deni Muliya Barus