Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seri Tempo Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil

gambar
Rp.60.000,- Rp.45.000,- Diskon
Judul: Seri Tempo Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil
Penulis: Tempo
Penerbit: KPG, 2015
Tebal: 224 halaman
Kondisi: Baru (Ori Segel)

"Man wijf!" begitu Sutan Sjahrir kepada Sukarno karena tak bernyali memproklamasikan kemerdekaan Indonesia segera setelah berita kekalahan Jepang beredar. Sjahrir ialah salah seorang yang paling keras mendesak Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945.

Sjahrir termasuk Bapak Bangsa yang radikal, namun tidak suka melawan musuh dengan kekerasan. Sjahrir percaya pada perjuangan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Prinsip ini lah yang membuat Sjahrir berseberangan dengan Tan Malaka dan Jenderal Soedirman. Kendati demikian, kemasyhurannya terpateri dalam nama Sjahrirstraat di Leiden, Netherlands.

Masih banyak laporan menarik Majalah Berita Mingguan TEMPO yang mengisi buku tentang perjuangan, sampai kematian tragis salah satu Bapak Bangsa Indonesia ini.

Buku ini menunjukkan kepada tentang sosok Sjahrir sebagai salah satu founding father Indonesia, Sang "Bung Kecil" memberikan perannya yang sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia terutama lewat jalur diplomasi. Sjahrir adalah tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang sangat saya kagumi terlebih dalam beberapa tulisannya menunjukkan bahwa beliau lebih cerdas daripada Soekarno. Sjahrir adalah seorang kosmopolit & berpikiran visioner.

Namun amat disayangkan visi & kecerdasannya tidak dipahami oleh orang-orang dimasanya, dia memperkenalkan sebuah bentuk dari "Sosialisme" yang tidak dimengerti oleh banyak kalangan di kala itu. Yaitu sebuah ideologi yang sekarang dikenal sebagai "Sosial Demokrat", ideologi ini berhasil dipraktekan di beberapa negara Eropa di Abad 21 seperti Jerman, Belanda, Perancis. Namun amat disayangkan partai yang dia bentuk berdasarkan ideologinya itu tidak berhasil menjadi pemenang pemilu karena ideologinya tidak diterima sebagian besar masyarakat. Ideologi Sjahrir hanya diterima oleh kalangan kelas menengah & intelektual elit dikala itu. Namun apabila ideologi Sjahrir diperkenalkan lagi sekarang adalah eranya untuk bisa mendapat kedudukan yang signifikan di tengah orde "Reformasi" ini. Dia telah memperkenalkan ideologi era Abad 21, di era abad ke 20 di Indonesia.

Sjahrir adalah seorang Humanis & pembela kalangan tertindas. Sjahrir di eranya dianggap terlalu kebarat-baratan & dianggap figur yang lemah, oleh beberapa orang yang tidak memahami kecerdasannya. Perjanjian linggarjati sering dianggap terlalu menguntungkan Belanda & Sjahrir dan para pengikutnya sering dijuluki "anjing-anjing Belanda". Kaum radikal di era itu tidak menganggap dia adalah sosok yang lemah karena sering berdiplomasi ke bekas penjajah, namun jaman telah menjelaskan maksud dari tindakan Sjahrir yang tidak dimengerti oleh kaum pejuang radikal dikala itu.

Sjahrir pun menjelaskan kepada kita tentang arti Nasionalisme yang berbeda dengan arus utama Nasionalisme yang dipahami kalangan pejuang saat itu. Nasionalisme yang berbeda dari "nasionalisme mainstream" yang biasa diajarkan disekolah. Sjahrir menunjukkan kepada kita bahwa pengertian nasionalisme yang sempit yang berbau chauvinistis dan fasis, adalah bukti kelemahan dan ketidakpercayadirian suatu bangsa.

Sjahrir memiliki pandangan berbeda dengan para pejuang kemerdekaan saat itu, sebuah pandangan yang benar-benar berbeda ! kebanyakan para pejuang kemerdekaan di eranya menganggap tujuan akhir dari perjuangan adalah kemerdekaan, namun Sjahrir beranggapan bahwa tujuan akhir dari Indonesia adalah menjujung tinggi kebebasan individu dan untuk mencapai ke arah itu maka Indonesia harus menjadi negara merdeka. Baginya untuk apa pentingnya nyawa satu orang manusia, dibanding nyawa jutaan manusia yang tertindas akibat kekejaman manusia lainnya.

Kegagalan Sjahrir & Partainya dalam memenangi pemilu 1955. Karena kondisi jaman, dimana saat itu kalangan Intelektual Elit & kelas menengah belum banyak sehingga "Sosialisme" yang menekankan pada penerapan Sosialisme yang sinkron dengan demokrasi kalah bersaing dengan "Sosialisme Komunis" yang diusung oleh PKI. Di tahun 1934 Sjahrir sudah menuliskan pandangannya tentang bahaya negara yang dikuasai oleh orang-orang yang berpemikiran fasis & memiliki pandangan nasionalisme sempit, saat dia menjadi Perdana Menteri dia sudah mengkhawatirkan kondisi bangsanya karena dia melihat banyak orang-orang yang dianggapnya kolabolator Jepang. Yaitu beberapa orang petinggi militer didikan bekas penjajah yang dia khawatirkan akan membuat pemerintahan berbau "Fasis" dan Militeris.

Dan semua yang dikhawatirkan Sjahrir terbukti, saat rezim Orde Baru berkuasa dengan gaya Militeris dan membelenggu aktivitas demokrasi & juga mengekang para eksponen Partai Sosialis Indonesia untuk bergerak dalam kancah perpolitikan Indonesia. Di era 1945 Sjahrir dan Muhammad Hatta, hanyalah sedikit dari beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia yang memperjuangkan demokrasi sebagai bentuk sistem pemerintahan Indonesia.

Sjahrir adalah seseorang yang berpikirian melampaui zamannya, sekarang adalah era yang tepat untuk memperkenalkan ideologi "Sosialisme Kerakyatan" (Sosial Demokrat) Sjahrir, kepada kalangan "Noveau Riche" Indonesia. Di era reformasi ini Indonesia mengalami pertumbuhan kelas menengah yang signifikan & perkembangan kebebasan individu & budaya demokrasi yang baik. Sekarang adalah eranya untuk ideologi Sjahrir mendapat kedudukan di dalam masyarakat Indonesia.
Pesan Sekarang